Serangan Darat dan Udara dalam Pemilu 2019

20.14 Unknown 0 Comments

Related image

caleg kota bekasi - Sekurang-kurangnya ada dua nama yang selalu dibicarakan berkaitan bursa Pemilihan presiden 2019: Joko Widodo serta Prabowo. Kepopuleran kedua-duanya dalam beberapa survey menunjukkan ketokohan mereka masih tetap menempel kuat di mata publik.

Selain itu, Pemilihan presiden 2014 memang berkesan seperti pertempuran yang belumlah selesai. Pasti bukan hanya masalah selisih pencapaian nada ke-2 calon yang tidak jauh (6,3 %). Belumlah tuntasnya pertempuran politik condong karena disebabkan mesin politik eks-capres sampai ini hari belum kunjung “dingin”.

Pemilihan presiden 2014 ialah polarisasi keras pada style politik dua grup besar. Hasil Pemilihan presiden bersambung sampai ke step “rivalitas intra-pemerintahan”. Perseteruan politik Konsolidasi Indonesia Hebat (KIH) serta Konsolidasi Merah-Putih (KMP) ialah contoh begitu kerasnya pertempuran yang bersambung ke hulu proses demokrasi: DPR RI. Tim yang satu bisa memenangi kursi presiden (eksekutif), tapi tim yang lain menutup manfaat perundangan serta biaya (lewat legislatif).

Keadaan seperti ini tunjukkan bagaimana semasing grup politik miliki style politik yang ciri khas. Terdapat beberapa unsur dalam style politik, diantaranya mesin ekonomi (kepemilikan sumber daya usaha), mesin politik (jaringan serta konstituen), sampai brand yang ditanamkan pada publik (visi, janji, cap profil, serta komunikasi politiknya).

Kemenangan Pemilihan presiden ialah kesuksesan menarik simpati publik dengan cara langsung yang didapat dari pencitraan berbentuk personal. Style muda, tampilan casual, perkembangan karir politik, serta keinginan kebaruan ialah gimmick politik yang pengaruhnya secara cepat dapat jadi membesar melalui alat masssa (tv, bikin, serta sosial media). Pilihan politik per individu yang tertarik pada beberapa hal seperti itu terkonversi langsung jadi pilihan atas figur presiden.

Di lain sisi, kemenangan Pileg ialah kesuksesan menghimpun nada melalui jaringan lapangan lewat gerilya beberapa calon legislatif. Karakter kampanye legislatif relatif berlainan dibanding kampanye presiden. Calon legislatif serta partai politik miliki kedekatan politik ke bawah (basis massa) tambah tinggi serta menyebar. Mereka diketahui dengan personal di akar rumput sebab lebih tidak berjarak dibanding presiden. Kedekatan berikut yang dapat dikonversi jadi nada untuk anggota dewan.

Sekarang konsolidasi politik legislatif sudah beralih. Di DPR, sisa-sisa KMP tinggal Gerindra serta PKS. Sembilan partai simpatisan Jokowi menjadi calon presiden pada Pemilihan presiden 2019 ialah jumlahnya sebagian besar dari rincian partai politik peserta Pemilu 2019 (Nasdem, PSI, Golkar, PPP, Hanura, Perindo, PKP, PDIP, serta PKB).

Apa masifnya support dapat memproyeksi kemenangan di tangan Jokowi tahun kedepan? Ada dua ukuran buat menebak arah pertempuran politik tahun kedepan.

Kemampuan Alat
Ukuran pertama, bagaimana kepopuleran calon presiden dinaikkan lewat pencitraan. Popularitas calon presiden ialah satu aspek diantara aspek lainnya, yakni kemampuan partai politik serta jaringannya menjadi kunci kemampuan politik. Lima partai politik simpatisan kampanye Jokowi pada 2014 mendapatkan nada seputar 37 % DPR, sedang nada Pemilihan presiden seputar 53 % (organic voters). Logikanya, kepopuleran personal Jokowi (direct voters) ialah 16 %.

Mass media masih aspek determinan yang memengaruhi simpati publik. Menurut survey Nielsen Consumer Alat View (NCMW) pada 2017, penetrasi tv masih tetap sekitar di angka 96 %. Pada 2014, kepopuleran personal Jokowi digenjot alat Surya Paloh (group Metro TV). Sedang Prabowo di dukung dua konglomerat alat, Harry Tanoesoedibjo (group MNC) serta Aburizal Bakrie (TV One serta ANTV).

Ini hari, Jokowi di dukung sembilan partai politik. Sebagian besar jaringan tv swasta ikut punya beberapa bos alat yang pro-Jokowi. Dalam deretan itu, sekurang-kurangnya telah ada Harry Tanoesoedibjo (RCTI, GTV, MNC TV, serta iNews), Aburizal Bakrie (TVOne serta ANTV), serta Surya Paloh (Metro TV). Ini belumlah termasuk juga jaringan usaha tv yang dipegang tokoh serta organisasi berkaitan usaha (saham perusahaan) serta politik yang banyaknya beberapa puluh. Faktanya, konglomerat alat bukan sekedar menjalankan usaha di satu type alat (tv), akan tetapi kuasai juga koran bikin, online, serta radio jaringan nasional serta lokal.

Dengan ukuran penambahan kepopuleran melalui peta jaringan alat seperti itu, Jokowi wajar dipandang kuat.

0 komentar: